Kamis, 11 Desember 2014

Makalah Singkat Tentang Aksiologi

Makalah Singkat Aksiologi
Otak Manusia Melebihi Memori Komputer
A.  PENDAHULUAN
Sebagaimana perintah Tuhan dalam kitab-kitab-Nya dijelaskan bahwa manusia diwajibkan untuk berfikir tentang kejadian alam dan dirinya, dalam kurun waktu yang lama bermacam ilmu telah bermunculan mengikuti proses perkembangan zaman yang salah satunya Filsafat.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Dalam filsafat ada 3 karakteristik penting yaitu Epistimologi (cara memperoleh ilmu), Ontologi (membicarakan hakikat), dan Aksiologi (kegunaan ilmu dan pengetahuan).
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.  Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya (Semiawan, 2005).
            Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia (The Liang Gie, 2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi.

B.  PEMBAHASAN
Aksiologi
Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak, pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan, meramalkan dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat, 2010)
Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Aksiologi merupakan  ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.
Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain : Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.


Penilaian Aksiologi
Bramel (Jalaluddin dan Abdullah,1997) membagi aksiologi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Bagian kedua dari aksiologi adalah esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Mengutip pendapatnya Risieri Frondiz (Bakhtiar Amsal, 2004), nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangannya yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik. Dengan demikian nilai subjekif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif akan selalu mengarah pada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Selanjutnya nilai itu akan objektif, jika tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada (Bakhtiar Amsal, 2004).
Bagian ketiga dari Aksiologi adalah , sosio-political life, yaitu kehidupan social politik yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Manfaat dari ilmu adalah sudah tidak terhitung banyaknya manfaat  dari ilmu bagi manusia dan makhluk hidup secara keseluruhan. Mulai dari zamannya Copernicus sampai Mark Elliot Zuckerberg , ilmu terus  berkembang dan memberikan banyak manfaat bagi manusia.  Dengan ilmu manusia bisa sampai ke bulan, dengan ilmu manusia dapat mengetahui bagian-bagian tersembunyi dan terkecil dari sel tubuh manusia. Ilmu telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban manusia, tapi dengan ilmu juga manusia dapat menghancurkan peradaban manusia yang lain.
Mengutip pendapatnya Francis Bacon dalam Suriasumantri (1999) yang mengatakan bahwa “Pengetahuan adalah kekuasaan”. Apakah kekuasaan itu akan merupakan berkat atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu terletak pada system nilai dari orang yang menggunakan kekuasaan tersebut.  Ilmu itu bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap.
Selanjutnya  Suriasumantri juga mengatakan bahwa kekuasaan ilmu yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
Untuk merumuskan aksiologi dari ilmu,  Jujun S Sumantri merumuskan kedalam 4 tahapan yaitu:
-            Untuk apa ilmu tersebut digunakan?
-            Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
-            Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
-            Bagaimana kaitan antara teknik procedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / professional.
Dari apa yang dirumuskan diatas dapat dikatakan bahwa apapun jenis ilmu yang ada, kesemuanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.

C.  PENUTUP / KESIMPULAN
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran.
Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Pembahasan mengenai epistemologi  harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi. Secara jelas, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian filsafat ilmu didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa dikaitkan.

Makalah Singkat Tentang Aksiologi
Saketi, 12 Desember 2014

0 komentar:

Posting Komentar